Nah, sekarang kita akan ketemu dengan Empirisme. Selamat menikmati.
Para pemikir di Inggris bergerak ke arah yang berbeda dengan tema yang telah dirintis oleh Descartes. Mereka lebih mengikuti Jejak Francis Bacon, yaitu aliran empirisme.Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peran akal. Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Akan tetapi tidak berarti bahwa rasionalisme ditolak sama sekali. Dapat dikatakan bahwa rasionalisme dipergunakan dalam kerangka empirisme, atau rasionalisme dilihat dalam bingkai empirisme
Orang
pertama pada abad ke-17 yang mengikuti aliran empirisme di Inggris adalah
Thomas Hobbes (1588-1679). Jika Bacon lebih berarti dalam bidang metode
penelitian, maka Hobbes dalam bidang doktrin atau ajaran. Hobbes telah menyusun
suatu sistem yang lengkap berdasar kepada empirisme secara konsekuen. Meskipun
ia bertolak pada dasar-dasar empiris, namun ia menerima juga metode yang dipakai
dalam ilmu alam yang bersifat matematis. Ia telah mempersatukan empirisme
dengan rasionalisme matematis. Ia mempersatukan empirisme dengan rasionalisme
dalam bentuk suatu filsafat materialistis yang konsekuen pada zaman modern.
Menurut
Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab
filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat,
atau tentang penampakan-panampakan yang kita peroleh dengan merasionalisasikan
pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau asalnya. Sasaran
filsafat adalah fakta-fakta yang diamati untuk mencari sebab-sebabnya. Adapun
alatnya adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan dengan kata-kata yang
menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam pengamatan disajikan fakta-fakta yang
dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam kesadaran kita.
Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan pengertian-pengertian; ruang, waktu,
bilangan dan gerak yang diamati pada benda-benda yang bergerak. Menurut
Hobbes, tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata, tetapi yang
benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-benda itu. Segala
gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya perasaan yang
ada pada si pengamat saja. Segala yang ada ditentukan oleh sebab yang hukumnya
sesuai dengan hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan sebab
akibat termasuk situasi kesadaran kita.
Sebagai
penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman.
Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang
asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan
diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang memberi
jaminan kepastian.
Berbeda
dengan kaum rasionalis, Hobbes memandang bahwa pengenalan dengan akal hanyalah
mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Ketika melakukan proses penjumlahan dan
pengurangan misalnya, pengalaman dan akal yang mewujudkannya. Yang dimaksud
dengan pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan
dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai
dengan apa yang telah diamati pada masa lalu. Pengamatan inderawi terjadi
karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu gerak di dalam
indera kita. Gerak ini diteruskan ke otak kita kemudian ke jantung. Di dalam
jantung timbul reaksi, yaitu suatu gerak dalam jurusan yang sebaliknya. Pengamatan
yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.
Untuk
mempertegas pandangannya, Hobbes menyatakan bahwa tidak ada yang universal
kecuali nama belaka. Konsekuensinya ide dapat digambarkan melalui kata-kata.
Dengan kata lain, tanpa kata-kata ide tidak dapat digambarkan. Tanpa bahasa
tidak ada kebenaran atau kebohongan. Sebab, apa yang dikatakan benar atau tidak
benar itu hanya sekedar sifat saja dari kata-kata. Setiap benda diberi nama dan
membuat ciri atau identitas-identitas di dalam pikiran orang.
Selanjutnya
tradisi empiris diteruskan oleh John Locke (1632-1704) yang untuk pertama kali
menerapkan metode empiris kepada persoalan-persoalan tentang pengenalan atau
pengetahuan. Bagi Locke, yang terpenting adalah menguraikan cara manusia mengenal.
Locke berusaha menggabungkan teori-teori empirisme seperti yang diajarkan Bacon
dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Usaha ini untuk memperkuat
ajaran empirismenya. Ia menentang teori rasionalisme mengenai idea-idea dan
asas-asas pertama yang dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala
pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Peran akal adalah
pasif pada waktu pengetahuan didapatkan. Oleh karena itu akal tidak melahirkan
pengetahuan dari dirinya sendiri. Pada waktu manusia dilahirkan, akalnya
merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa). Di dalam buku catatan
itulah dicatat pengalaman-pangalaman inderawi. Seluruh pengetahuan kita
diperoleh dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide-ide yang diperoleh
dari penginderaan serta refleksi yang pertama dan sederhana. Tapi pikiran,
menurut Locke, bukanlah sesuatu yang pasif terhadap segala sesuatu yang datang
dari luar. Beberapa aktifitas berlangsung dalam pikiran. Gagasan-gagasan yang
datang dari indera tadi diolah dengan cara berpikir, bernalar, mempercayai,
meragukan dan dengan demikian memunculkan apa yang dinamakannya dengan
perenungan.
Locke
menekankan bahwa satu-satunya yang dapat kita tangkap adalah penginderaan
sederhana. Ketika kita makan apel misalnya, kita tidak merasakan seluruh apel
itu dalam satu penginderaan saja. Sebenarnya, kita menerima serangkaian
penginderaan sederhana, yaitu apel itu berwarna hijau, rasanya segar, baunya
segar dan sebagainya. Setelah kita makan apel berkali-kali, kita akan berpikir
bahwa kita sedang makan apel. Pemikiran kita tentang apel inilah yang kemudian
disebut Locke sebagai gagasan yang rumit atau ia sebut dengan persepsi. Dengan
demikian kita dapat mengatakan bahwa semua bahan dari pengetahuan kita tentang
dunia didapatkan melalui penginderaan. Ini berarti bahwa semua pengetahuan kita
betapapun rumitnya, dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman
inderawi yang pertama-tama yang dapat diibaratkan seperti atom-atom yang
menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu dilacak
kembali seperti demikian itu bukanlah pengetahuan atau setidak-tidaknya
bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang faktual.
Di
tangan empirisme Locke, filsafat mengalami perubahan arah. Jika rasionalisme
Descartes mengajarkan bahwa pengetahuan yang paling berharga tidak berasal dari
pengalaman, maka menurut Locke, pengalamanlah yang menjadi dasar dari segala
pengetahuan. Namun demikian, empirisme dihadapkan pada sebuah persoalan yang
sampai begitu jauh belum bisa dipecahkan secara memuaskan oleh filsafat.
Persoalannya adalah menunjukkan bagaimana kita mempunyai pengetahuan tentang
sesuatu selain diri kita dan cara kerja pikiran itu sendiri.
Daftar Pustaka
Achmadi, Asmoro.
Filsafat Umum. Cet. V; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Anees, Bambang Q- dan
Radea Juli A. Hambali. Filsafat Untuk Umum. Cet. I; Jakarta: Prenada
Media, 2003.
Hadiwijono, Harun. Sari
Sejarah Filsafat Barat 2. Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Ravertz, Jerome
R. The Philosophy of Science. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu
dengan judul Filsafat Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan.
Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Mustansyir,
Rizal dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Cet. VII; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008.
Nakosteen, Mehdi. History
of Islamic Origins of Western Education A. D. 800-1350 with an Introduction
to Medieval Muslim Education. Diterjemahkan oleh Joko S. Kahhar dan
Supriyanto Abdullah dengan judul Kontribusi Islam atas dunia Intelektual
Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan Islam. Cet. I; Surabaya: Risalah
Gusti, 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar