Minggu, 16 Desember 2012

Pendidikan Islam ; Tradisional dan Modern



       A. Pendidikan Islam Tradisional

1. Ciri Pendidikan Tradisional.

Pada awalnya pendidikan Islam tampak sangat tradisional yang berbentuk halaqoh-halaqoh. Apalagi bila meruntut ke belakang mulai dari zaman Nabi diawali dengan pelaksanaan pendidikan di rumah (informal), kuttab ( lembaga pendidikan yang didirikan dekat masjid, tempat untuk belajar membaca dan menulis Al-Quran ), kemudian pendidikan di masjid dengan membentuk halaqoh-halaqoh ( lingkaran kecil, saling berkumpul dan transfer ilmu ), sallon ( sanggar-sanggar seni ; kemudian berkembang menjadi tepat tukar menukar keilmuan, transfer pengetahuan), dari masjid berubah menjadi madrasah ( Syamsul Nizar : 2007, 109-124 ).

Ciri pendidikan tradisional yang sangat menonjol adalah lebih betumpu perhatiannya terhadap ilmu-ilmu keagamaan semata dengan mengabaikan ilmu-ilmu modern sedangkan sistem pendidikan modern hanya menitik beratkan ilmu-ilmu modern dengan mengabaikan Ilmu-ilmu keagamaan. Proses ini mulai dilakukan di rumah-rumah, kuttab, sallon, masjid dan madrasah ilmu yang diajarkan seputar pengajaran ilmu keagamaan. Dalam konteks Islam “keindonesiaan” mengenal istilah pesantren. Tempat para santri menimba ilmu agama. Perkembangan lembaga-lembaga pendidikan pada masa awal ini tidaklah mengherankan karena para pendahulu ( penyebar agama Islam) ingin berusaha memadukan konteks “keindonesiaan dengan keislman”. Kemudian berkembang menjadi pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Namun seiring kemajuan zaman, modernisasi pendidikan Islam mulai tampak dengan munculnya bentuk-bentuk madrasah, sebagai pengembangan dari system pesantren.


2. Metodologi Pemikiran Pendidikan Islam Tradisional.

Tradisional dipahami dengan sifat konservatif atau mempertahankan yang lama. Ia hanya melihat sejarah masa lalu sebagai inspirasi atau sesuatu yang harus dipertahankan. Akar teologis pemikiran tradisonalis adalah manusia itu harus menerima segala ketentuan dan rencana Tuhan yang telah dibentuk sebelumnya (Qodlo dan Taqdir). Meskipun manusia didorong untuk berusaha namun akhirnya Tuhan jualah yang menentukan hasilnya ( Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarok : 2000, 195 ).

Ilmu pengetahuan dalam presfektif Islam berasal dari Tuhan. Jika terdapat perbedaan antara penginderaan (empiris-realis) dengan wahyu, maka pemikir Islam akan lebih mempercayai dan mandahulukan otoritas kebenaran wahyu daripada hasil penginderaan, karena kebenaran wahyu dianggap sebagai kebenaran sejati dan mutlak. Di samping itu, Islam klasik memandang pengetahuan sebagai sesuatu yang utuh (Whole),terpadu (integrated), dan tersintesiskan (synsthesized) sehingga membentuk suatu harmoni. ( Hanun Asrohah : 2007). Pada masa Islam Klasik pendidikan dikelompokkan dalam dua kategori yaitu lembaga formal yang bercirikan eksklusif (sekolah dan universitas) dan lembaga sampingan (informal) (kuttab, masjid rumah ulama dan lain-lain) dengan cirinya bebas (Zuhairini, 1997).

Kedua lembaga ini bersifat Teacher oriented yang memberikan peran yang sangat besar pada guru, termasuk dalam penentuan materi dan pemberian Ijazah. Wajar bila ada siswa memiliki ijazah lebih dari satu baik dalam satu bidang studi maupun berbagai bidang studi. Dengan ijazah ini mereka memiliki hak mengajar orang lain. Dari ijazah yang diperolehnya dapat dijadikan indikasi seberapa kualitas mutu ilmu seorang guru dan dengan siapa ia berguru apakah ia ulama terkenal atau tidak. Kurikulum di lembaga pendidikan Islam masa itu tidak menawarkan berbagai macam bidang studi atau mata pelajaran. Dalam suatu jangka waktu, pengajaran hanya mengajarkan satu mata pelajaran yang harus diselesaikan oleh siswa. Sesudah materi itu selesai, siswa dapat mempelajari materi lain atau materi yang lebih tinggi tingkatannya. Pelaksanaan proses belajar mengajar sepenuhnya tergantung pada guru yang memberikan materi pelajaran (Hanun Asrohah, 1999).

Ada beberapa karekteristik pemikiran pendidikan Islam tradisional yang bisa diungkap dalam konteks sejarah yaitu :

a. Orientasi Pendidikan Adalah Mengemban Misi Suci.

Orientasi pendidikan adalah mengemban tugas suci, menyebarkan agama. Titik tolak ini berkembang dari para sahabat sampai pada penyebar agama Islam awal termasuk di Indonesia. Para Wali (wali sanga) menyebarkan Islam di Indonesia berawal dari panggilan suci, menyampaikan amanat sehingga tujuan akhir yang ingin dicapai adalah mardlotillah, ridlo Allah SWT. Manusia pada satu sisi sebagai hamba Tuhan yang berbanding sejajar dengan makhluk lain – dengan segala bentuk ritualnya masing-masing -, pada sisi lain sebagai puncak ciptaan Tuhan manusia mengusung misi suci berdasarkan visi yang telah digariskan Tuhan sebagai “khalifah” (QS Al-Baqoroh : 30) (Jalaluddin dan Usman Said 1994; 108).

b. Melestarikan ajaran Islam.

Islam bisa berkembang dan bertahan karena pemeluknya berupaya untuk melestarikan ajarannya. Salah satu untuk melanggengkan ajaran Islam adalah dengan proses pewarisan ajaran, budaya, adat istiadat masyarakat beragama. Proses ini bisa dijalani melalui pendidikan karena pendidikan itu sendiri merupakan sarana atau wadah dalam rangka proses pentransferan nilai-nilai relegius. Melestarikan ajaran adalah tugas setiap muslim. Tugas yang diemban didasarkan pada panggilan suci untuk mewariskan nilai-nilai relegius pada generasi selanjutnya. Proses pelestarian ajaran Islam ini tidak hanya dilihat dari segi keilmuan saja tetapi juga dari pembentukan etika dan akhlak. Penanaman akhlak adalah suatu hal yang sangat penting dalam pewarisan dan pelestarian ajaran Islam ini. Tidak heran para peserta didik masa tradisional ini sangat santun baik kepada orang tua, lingkungan apalagi kepada para gurunya. Adab, etika sopan santun dijadikan alat untuk menentukan keberhasilan peserta didik.

c. Penguatan Doktrin Tauhid

Seting masyarakat masa itu belum mengenal Islam sehingga penyampaian nilai-nilai agama sangat sederhana. Sosio-kultur masih diwarnai dengan adat-istiadat setempat yang masih (di Indonesia) beragama Hindu, Budha, animisme dan diamisme. Tidak jarang penyebar agama Islam memakai pendekatan “culture approach”. Pendekatan budaya sebagai konsekwensi dari keadaan kultur masyarakat dimana para penyebar Islam awal berdakwah merupakan keniscayaan. Hal ini dilakukan karena pada awal-awal-awal penyebaran agama Islam, masyarakat masih memeluk agama dan kepercayaan setampat. Penguatan doktrin agama dengan menanamkan aqidah-tauhid menjadi garapan pertama di awal-awal pendidikan. Doktrin baru dengan meng”Esakan” Tuhan inilah yang diajarkan Nabi selama belasan tahun di Mekkah. Demikian pula pola dan metode yang dilakukan di Indonesia. Usaha ini sekaligus bertujuan untuk memperkokoh dimensi-dimensi keimanan.

d. Terfokus pada Pendidikan Keilmuan Islam.

Salah satu metode berfikir masyarakat tradisional Islam pada waktu itu adalah bagaimana mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada generasinya. Sehingga di tempat-tempat halaqoh yang diajarkan adalah terfokus pada ilmu-ilmu keislaman. Pendidikan tradisional belum menambahkan ilmu-ilmu yang berdimensi keduniaan. Masih seputar Al-Qur’an, Tarikh, Fikih, ibadah dan ilmu Islam lainnya. Usaha ini dilakukan Karena pada dasarnya umat pada waktu itu hanya ingin mentransfer melestarikan ajaran Islam yang luhur. Pendidikan akhlak sebagai inti dari semua materi keilmuan Islam memainkan peranan yang sangat dominant. Sehingga para peserta didik memiliki ahklak yang bermanfaat terhadap lingkungan baik keluarga, tempat belajar maupun untuk pribadinya sendiri.

e. Pendidikan Terpusat pada guru

Dalam deskriptif aliraan tradisoanl guru menjadi pusat dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai tokoh sentral dalam usaha pentransferan ilmu pengetahuan, sebagai sumber ilmu pengetahuan, serba tahu sehingga gambaran mengenai guru adalah sosok manusia ideal yang selalu berwatak dewasa dan semua tingkah lakunya harus digugu dan ditiru oleh para peserta didiknya. Istilah yang dipakai dalam pendidikan Islam tradisional ini adalah syeikh, ustadz, kyai.

f. Sistem Pembelajaran.

Sistem belajarnya memakai halaqoh, bekumpul, mengelompok setelah itu maju satu persatu. Sehingga bisa dikatakan bahwa sistem yang dijalankan dengan memakai dua pendekatan, kelompok dan individual. Dalam istilah pesantren ada sorogan dan bandongan. Sistem sorogan lebih berorientasi pada pendekatan individual, bimbingan pribadi sedangkan system bandongan adalah bimbingan kelompok.

g. Metode Mengajar

Metode yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar adalah metode ceramah. Metode ini paling dominan digunakan dengan diselingi dengan metode imla’, mencatat. Dominannya metode ini disebabkan oleh beberapa hal, pertama perkembangan pendidikan belum semodern sekarang, kedua sarana prasarana masih sangat sederhana, ketiga saat itu metode ini sangat effektif dan efesien, keempat tidak memerlukan waktu untuk persiapan mengajar tergantung kelihaian guru.

Metode ceramah adalah dengan cara penyampaian informasi berupa ilmu pengetahuan melalui penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Banyak sekali di dalam Al-Qur’an yang mengemukakan hal ini, diantaranya dalam surat An-Nahl 64 :

وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ 

Artinya : Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. ( Moh. Rifa’i, 1991 ;246)

2.   Pendidikan Islam Modern


Paradigma baru pendidikan Islam yang dimaksud di sini adalah pemikiran yang terus menerus harus dikembangkan melalui pendidikan untuk merebut kembali pendidikan IPTEK, akan tetapi tidak melupakan pendidikan agama, sebagaimana zaman keemasan dulu. Pencarian paradigma baru dalam pendidikan Islam di mulai dari konsep manusia menurut Islam, pandangan Islam terhadap IPTEK, dan setelah itu baru dirumuskan konsep atau sistem pendidikan Islam secara utuh.

          Prinsip-prinsip lain dalam paradigma baru pendidikan Islam yang ingin dikembangkan adalah: tidak ada dikotomi antara ilmu dan agama; ilmu tidak bebas nilai tetapi bebas di nilai; mengajarkan agama dengan bahasa ilmu pengetahuan dan tidak hanya mengajarkan sisi tradisional, melainkan sisi rasional.
         
Masalah pendidikan memang tidak akan pernah selesai dibicarakan oleh siapapun. Hal ini setidak-tidaknya didasarkan pada beberapa alasan: pertama, merupakan fitrah orang bahwa mereka menginginkan pendidikan yang lebih baik, sekalipun mereka kadang-kadang belum tahu sebenarnya mana pendidikan yang lebih baik itu. Karena sudah fitrahnya, sehingga sudah menjadi takdirnya pendidikan itu tidak pernah selesai. Gagasan tentang no limit to study atau life long education merupakan implikasi praktis dari fitrah tersebut. Kedua, teori pendidikan akan selalu ketinggalan zaman, karena ia dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat yang selalu berubah pada setiap tempat dan waktu. Karena adanya perubahan itu maka masyarakat tidak pernah puas dengan teori pendidikan yang ada. Ketiga, perubahan pandangan hidup juga ikut berpengaruh terhadap ketidakpuasan seseorang akan pendidikan.
         
Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran kepada peserta didik (manusia) dalam upaya mencerdaskan dan mendewasakan peserta didik tersebut. Dalam hubungannya ini dapat dipastikan bahwa pendidikan itu tidak hanya menumbuhkan, melainkan mengembangkan ke arah tujuan akhir. Juga tidak hanya suatu proses yang sedang berlangsung, melainkan suatu proses yang berlangsung ke arah sasarannya. Sedangkan “Pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Islam berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia, ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada al-Qur’an dan hadits.” 

Ilmu pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dengan redaksi yang sangat singkat, ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Kata “Islam” yang berada di belakang “pendidikan” selain menjadi sumber motivasi, inspirasi, sublimasi dan integrasi bagi pengembangan bagi ilmu pendidikan, juga sekaligus menjadi karakter dari ilmu pendidikan Islam itu sendiri. Ilmu pendidikan Islam yang berkarakter Islam itu adalah ilmu pendidikan yang sejalan dengan nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam Al-Qur`an dan Sunnah. 

          Pendidikan Islam adalah sebuah sarana atau pun furshoh untuk menyiapkan masyarakat muslim yang benar-benar mengerti tentang Islam. Di sini para pendidik muslim mempunyai satu kewajiban dan tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya, baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan yang lain. Pendidikan Islam lebih mengedepankan nilai-nilai keislaman dan tertuju pada terbentuknya manusia yang ber-akhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada Allah semata. Sedangkan pendidikan selain Islam, tidak terlalu memprioritaskan pada unsur-unsur dan nilai-nilai keislaman, yang menjadi prioritas hanyalah pemenuhan kebutuhan inderawi semata.

Pendidikan Islam ke depan harus lebih memprioritaskan kepada ilmu terapan yang sifatnya aplikatif, bukan saja dalam ilmu-ilmu agama akan tetapi juga dalam bidang teknologi. Bila dianalisis lebih jeli selama ini, khususnya sistem pendidikan Islam seakan-akan terkotak-kotak antara urusan duniawi dengan urusan ukhrowi, ada pemisahan antara keduanya. Sehingga dari paradigma yang salah itu, menyebabkan umat Islam belum mau ikut andil atau berpartisipasi banyak dalam agenda-agenda yang tidak ada hubungannya dengan agama, begitu juga sebaliknya. Agama mengasumsikan atau melihat suatu persoalan dari segi normatif (bagaimana seharusnya), sedangkan sains meneropongnya dari segi objektifnya (bagaimana adanya). Sebagai permisalan tentang sains, sering kali umat Islam Phobia dan merasa sains bukan urusan agama begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini ada pemisahan antara urusan agama yang berorientasi akhirat dengan sains yang dianggap hanya berorientasi dunia saja. Di sini sangat jelas pemisahan dikotomi ilmu tersebut.
      
Islam bukanlah agama sekuler yang memisahkan urusan agama dan dunia. Dalam Islam, agama mendasari aktivitas dunia, dan aktivitas dunia dapat menopang pelaksanaan ajaran agama. Islam bukan hanya sekedar mengatur hubungan manusia dengan Tuhan sebagaimana yang terdapat pada agama lain, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan dunia. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul. Islam pada hakikatnya, membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengatur satu segi, tetapi mengenai berbagai segi kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu ialah Al-Qur`an dan al-Sunnah.

Apabila ingin merekonstruksi pendidikan Islam di era modern ini, persoalan pertama yang harus di tuntaskan adalah persoalan “dikotomi”. Artinya harus berusaha mengintegrasikan kedua ilmu tersebut baik secara filosofis, kurikulum, metodologi, pengelolaan, bahkan sampai pada departementalnya. Perubahan orientasi pendidikan Islam harus dilakukan yaitu “bukan hanya bagaimana membuat manusia sibuk mengurusi dan memuliakan Tuhan dengan melupakan eksistensinya, tetapi bagaimana memuliakan Tuhan dengan sibuk memuliakan manusia dengan eksistensinya di dunia ini. Artinya, bagaimana pendidikan Islam harus mampu mengembangkan potensi manusia seoptimal mungkin sehingga menghasilkan manusia yang memahami eksistensinya dan dapat mengelola dan memanfaatkan dunia sesuai dengan kemampuannya. 

Dengan dasar ini, maka materi pendidikan Islam harus di desain untuk dapat mengakomodasi persoalan-persoalan yang menyangkut dengan kebutuhan manusia, yaitu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, teknologi, seni serta budaya, sehingga mampu melahirkan manusia yang berkualitas, handal dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, unggul dalam moral yang di dasarkan pada nilai-nilai ilahiah sebagai produk pendidikan Islam. Dengan kata lain pendidikan dalam hal ini pendidikan Islam, akan menghasilkan ilmuan yang tidak hanya unggul dalam ilmu sains akan tetapi juga ilmuan yang tahu posisinya sebagai khalifah di muka bumi, yang bertakwa kepada Allah SWT, serta menjalankan apa yang diperintah dan menjauhkan apa yang dilarang oleh-Nya.

Dalam kehidupan sosial, institusi pendidikan baik umum maupun Islam, mendapat tugas suci untuk mengemban misi mulia agar membenahi kualitas hidup manusia jadi lebih baik. Suatu misi (risalah) kemanusiaan yang sangat bermanfaat dalam rangka membentuk sikap mental lulusan yang berperadaban dan menjunjung tinggi nilai insani.

Pendidikan Islam harus menjadi kekuatan (power) yang ampuh untuk menghadapi wacana kehidupan yang lebih krusial. Refleksi pemikiran dan rumusan persoalan pendidikan Islam harus bernafaskan kekinian (up to date). Jika dipandang secara historis, memang adanya suatu kejadian yang telah lalu, dapat dijadikan sebuah pelajaran untuk menjadi lebih baik lagi, tapi jangan sampai melupakan perhatian yang perlu diberikan di masa kini dan masa mendatang.

Pendidikan Islam harus menjadi terobosan baru untuk membentuk pola hidup umat yang lebih maju dan terbebas dari kebodohan dan kemiskinan. Sebab secara filosofi yang sudah tidak asing lagi untuk diketahui bahwa antara kebodohan dan kemiskinan itu merupakan dua sifat manusia yang mengkristal dan menjadi musuh bebuyutan pendidikan.


Nah, ni dia kesimpulannya ;

Ada beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan metodologi pemikiran pendidikan Islam dalam pemahaman masyarakat tradisional yaitu sebagai berikut :

1. Tenaga pendidik, mereka adalah orang-orang yang tidak meminta imbalan jasa, tidak ada spesifikasi khusus dalam keahlian mengajar, mendidik bukan pekerjaan utama, dan tidak diangkat oleh siapapun. Orientasi mereka adalah mengemban misi suci dan menyampaikan amanah.
2. Mata pelajaran yang diajarkan terutama ilmu-ilmu yang bersumber kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, namun dalam perkembangan berikutnya ada bidang kajian lain, seperti: tafsir, fikih, kalam, bahasa Arab, sastra maupun yang lainnya.
3. Siswa atau peserta didik, mereka adalah orang-orang yang ingin mempelajari Islam, tidak dibatasi oleh usia, dari segala kalangan dan tidak ada perbedaaan.
4. Sistem pengajaran yang dilakukan memakai bentuk halaqah, dengan sistem sorogan dan bandongan ( istilah di pesantren )
5. Metode pengajaran (penyampaian materi) yang paling dominan adalah ceramah dan imla’
6. Pembelajaran terfakus pada guru., Guru atau pendidik menjadi tokoh sentral dalam pendidikan tradisonal.
7. Waktu pendidikan, tidak ada waktu khusus dalam proses pendidikan di masjid, hanya biasanya banyak dilakukan di sore hari atau malam hari, karena waktu tersebut tidak mengganggu kegiiatan sehari-hari dan mereka mempunyai waktu yang cukup luang.


Kesimpulan dari metodologi pemikiran pendidikan Islam dalam pemahaman masyarakat  modern yaitu :
Pertama, pendidikan modern berusaha mengintegrasi-interkoneksi kedua ilmu tersebut baik pada tingkat metode, kurikulum, filosofinya baik pada departemennya. Kedua, pendidikan harus mempunyai prinsip kesetaraan antara sektor pendidikan dengan sektor lain. Ketiga, pendidikan Islam harus berorientasi kepada pembangunan dan pembaruan, pengembangan kreativitas, intelektualitas, keterampilan, kecakapan penalaran yang dilandasi dengan keluhuran moral dan kepribadian, sehingga pendidikan mampu mempertahankan relevansinya di tengah-tengah laju pembangunan dan pembaruan paradigma saat ini, sehingga mampu melahirkan manusia yang belajar terus, mandiri, disiplin, terbuka, inovatif, mampu memecahkan masalah kehidupan, serta berdaya guna bagi kehidupan diri sendiri maupun masyarakat. 

Kemudian yang ke empat,diharapkan pendidikan yang dikelola lembaga-lembaga Islam sudah harus diupayakan untuk mengalihkan paradigma yang berorientasikan ke masa lalu (abad pertengahan) ke paradigma yang berorientasi ke masa depan, yaitu mengalihkan dari paradigma pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan, ke paradigma pendidikan yang merintis kemajuan. Demi tegaknya peradaban Islam yang lebih kokoh. Jangan hanya mengingat kejayaan Islam masa lalu, karena mengingat kejayaan Islam masa lalu, sama saja seperti obat bius dalam dunia medis yang menghilangkan rasa sakit untuk sesaat, akan tetapi tidak menyembuhkan sakit itu sendiri.

 diolah dari  berbagai sumber ;
1.      Muhamad al-Thumi al-Syaibani, Umar,  min usus al-tarbiyah al-islamiyah, al-Munsya-ah al-Ammah Tripoli libiya, cet : 2, thn : 1982.
2.      Nasih Ulwan, Abdullah. Tarbiyatul Aulad. Cet. Ke 2, Darussalam Cairo.
3.      Nawawi, al-Imam, Muqaddimah al-Majmu` Maktabah al-Balad al-Amin, Cairo,Cet: 1, Thn : 1999
4.      Ibrahim, Abdul Mun`im, Al-Bayan Syarhut Tibyan, Maktabah Aulad Al-Syaikh, Cairo
5.      Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu`jam al-Mufahras li alfadz al-Qur`an al-Karim, Darul Hadist, Cairo, Thn : 2001
6.      Al-Qaradhawi, Yusuf. Tsaqafatul Daiyah, Maktabah Wahbah Cairo, cet : 10, thn : 1996
7.      Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed, Memberdayakan SItem Pendidikan Islam, cet, II Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999
8.      Prof. Dr. Abuddin Nata, MA, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2009
9.      Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, Cet. I. Bandung; Remaja Rosdakarya, 1994 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar