Senin, 10 Desember 2012

Hipperealitas ; Efek Rumah Kaca


Tempus mutantur, et nos mutamur in ilid” .
Waktu berubah, dan kita (ikut) berubah juga di dalamnya.

Tubuh dan Kebertubuhan
Tubuh adalah sebuah susunan dari sel, jaringan, oragnisme dan sebagainya yang saya tidak mampu menyebutkannya. Secara empirik tubuh ini yang menunjukan bahwa inilah kita manusia yang konkret adanya. Tubuh adalah kebertubuhan. Kebertubuhan terungkap saat manusia berusaha merealisasikan dirinya.

Nietzsche sempat heran atas kebertubuhannya manusia. Apabila seseorang menyebutkan roh atau jiwa maka hal tersebut berkaitan dengan yang supramanusiawi yaitu apa yang ada di dalam tubuh, tapi kalau kita menyebutkan tubuh maka manusia secara konkret maksudnya.
Gahlen, seorang pemikir Jerman, ia menyebutkan bahwa tubuh manusia mengalami perlabatan semenjak lahir, tidak seperti binatang, begitu anak binatang itu lahir tubuhnya langsung cocok dengan pemuasan naluriahnya.

Plessner mengkritik pandangan tersebut bahwa kebertubuhan manusia tidak hanya dilihat dari segi antropoligis biologisnya saja. Plessner membagi dua konsep kebertubuhan yaitu tubuh sebagai benda dan kebertubuhan yang dihayati atau dunia lahir dan dunia bathin. Kemudian kedua hal tersebut akan bertemu di dalam aku yang tidak bisa di obyektivasi, di suatu sisi manusia menyadari ia adalah pusat ruang lingkup vital yang ada, di sisi lain ia menyadari adalah suatu data di tengah begitu banyak data atau bagian lain di dalam dunia yang besar.

Tubuh Tanpa Bentuk
Tubuh yang kita kenal adalah tubuh yang secara lahiriah telah terkonsrtruk oleh tatanan sosial yang ada, norma dan mungkin lembaga pemerintahan yang bermain menentukan peran tubuh itu sendiri.

Dewasa ini, konsep tubuh yang pada zaman modern sangat riil dan kentara bahwa inilah yang di namakan tubuh menjadi kabur pengetiannya.analogi kebertubuhan menjadi kacau didekonstruksi habis dan didaur ulang. Salah satunya, teori kaum feminis yang mengahantam segala jenis bias patriarkal menantang untuk meredefisinisi hakikat tubuh dan kebertubuhan, salah satu fenomena yang menandainya adalah munculnya kalangan homoseksual seperti gay dan lesbi mereka mengkaji ulang tentang kodrat kebertubuhan, kemudian, munculnya kemungkinan transeksual dan kloning dari dunia medis.

Foulcault, baginya teori gender tidak bisa dilihat secara lugu dari segi kodratnya, citra, perilaku dan pemahaman diri, kebertubuhan dalam jaringan relasi sosial adalah efek yang diproduksi oleh  berbagai praktek, pranata, wacana  dan ideologi. Pada abad ke 19, bahkan secara umum hingga saat ini, bahwa satu tubuh harus mempunyai satu seks saja, sedangkan abivalensi kelamin tidak bisa dianggap alamiah-kodrati.

Hal tersebut selaras dengan pemikiran abad 20 hingga abad 21 yang mencoba melepaskan diri dari kerangka substansi tubuh, segala konsepsi yang baku dan statis cenderung dicurigai, dilacak asal muasalnya yang kemudian dinisbikan bahkan diacak-acak dan dijungkirbalikan. Sebagai gantinya tubuh dilihat sebagai proses terus menerus sebagai sosok tanpa bentuk yang semakin pasti.

Budaya Tanpa Bentuk
Pemikiran abad 21 tentang konsep kebertubuhan ternyata tidak berhenti sampai disitu. Tubuh tanpa bentuk adalah batu loncatan atas lahirnya budaya tanpa bentuk sebuah dunia atau budaya yang disebut sebagai dunia imajinasi.

Dunia imajinasi merupakan tanda yang sangat nyata atas paradoks kebertubuhan, paradoks yang dalam  dunia kontemporer saat ini, lewat sarana teknologi dunia modern berkembang semakin ramai bahakan melahirakan dunia-dunia nyata. Dunia imajinasi memungkinkan munculnya gambaran dunia baru yang sebenarnya tidak ada dan mendahului pengalaman nyata. Dunia baru ini belum dialami secara riil, akan tetapi dapat di representasikan secara riil.

Salah satu contohnya, adalah game online yang penulis alami. Game online merupakan proyeksi, fantasi dari individu yang menjadi pemainnya khususnya game yang bergender RPG atau virtual life, disana terdapat fitur yang menjadi idaman para player. Menyedot emosi seakan kita hidup disana dan benar benar merasakannya.

Dalam fenomena game online ini, peran jaringan media komunikasi menjadi kunci. Bahkan, semakin tidak bisa dihindari bahwa aturan, nilai dan citarasa yang yang ditawarkan dalam dunia imajinasi tersebut menjadi hukum yang ditaat oleh dunia konkret manusia tersebut. Hebatnya lagi , kehidupan dunia imajinasi ini diproduksi secara massal dan menjadi industri kebudayaan. Tidak heran jika C.W.E Bgsby mengatakan kebudayaan populer sebagai “the child of technology” . Analisa yang di buatnya seringkali mencoba mencari arti tersembunyi yang seringkali tidak bisa di obsevasi secara langsung dibalik beroperasinya kebudayaan secara langsung yang membentuk manusia secara tersamar.

Akhirnya, betapa teknologi khususnya melalui jaringan media komunikasi, jaringan televisi, radio dan internet, telah mampu memngangkat kebertubuhan tanpa bentuk menjadi sebuah imajinasi yang nyata dan sekaligus mengubahnya menjadi dunia riil yang dilahirkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar