Senin, 10 Desember 2012

Tembakau dan Tetek Bengeknya

De-industrialisasi dan Sentimen Asing 
Tekanan internasional yang bertubi-tubi dan disertai dengan dukungan keuangan dalam jumlah besar adalah salah satu penyebab mendasar pemerintah mengeluarkan UU kesehatan No 36 Tahun 2009 yang mendudukkan nikotin tembakau sebagai zat adiktif. Atas dasar alasan perspektif kesehatan “satu dimensi” ini pula, pemerintah menaikkan cukai tembakau secara berkala yang menyebabkan ribuan perusahaan kecil dan menengah yang bergerak dalam sektor industri olahan tembakau gulung tikar. Jumlah unit usaha rakyat yang bergerak di sektor industri tembakau menurun dratis, yakni jika pada tahun 2008 ada 4.793 perusahaan maka pada tahun 2009 turun menjadi sekitar 3.255 (Depkeu, 2010).

Celakanya, penyusutan jumlah industri usaha rakyat yang bergerak di sektor tembakau ini membawa konsekuensi terjadinya pengambil-alihan pangsa pasar rokok nasional oleh perusahaan rokok asing. Di Indonesia dua perusahaan rokok terbesar nasional telah dikuasai oleh perusahaan asing, Philip Morris mengambil-alih kepemilikan perusahaan Sampoerna dan British American Tobacco mengambil-alih kepemilikan perusahaan Bentoel.

Padahal, industri rokok telah membentuk dan memperkuat wajah industri nasional dalam negeri yang tumbuh di atas kekuatan kaki (baca: struktur) bangsa sendiri. Dengan penguasaan pangsa pasar domestik kretek yang mencapai 93% persen, dengan sedikit penelitian lapangan maka dapat dengan mudah ditemukan bahwa industri kretek nasional merupakan industri yang sedikit sekali menggunakan bahan baku impor.

Data dari ILO (International Labour Organization), jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung dengan industri rokok Indonesia mencapai 10 juta orang (ILO, 2003). Sedangkan, menurut data penelitian Serad (2009), sektor-sektor yang berhubungan secara tidak langsung dengan industri rokok ini sanggup menyerap setidaknya 24,4 juta tenaga kerja. Dengan tambahan tenaga kerja paskapanen, industri rokok putih, dan juga mata rantai distribusi dan ecerannya, kita dapati serapan tenaga kerja di industri rokok ini kisarannya mencapai 30,5 juta orang, 25% dari total tenaga kerja nasional pada tahun 2009 atau sekitar 13% dari total penduduk Indonesia.

Dicurigai, baik UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 maupun RUU dan RPP Tembakau, di mana isi draf materi regulasi tersebut sebenarnya merupakan adopsi secara menyeluruh terhadap rumusan Framework Convention on Tombacco Control (FCTC). Padahal, jika didedah secara kritis, kesejarahan kelahiran FCTC tidak terlepas dari peran ‘sindikasi internasional’ dari kelompok kepentingan perusahaan-perusahaan multinasional farmasi.

Berbagai Jenis Perlawanan

Selain aksi massa yang melibatkan ribuan petani dan buruh, keseriusan perlawanan ini terlihat dari bentuk-bentuknya. Sekitar 25 petani perempuan melakukan aksi mogok makan selama lima hari, tiga hari di Temanggung dan sisanya dilakukan di Jakarta. Dari release-nya, KNPK menyatakan, “Aksi mogok makan ini memang menjadi pilihan sadar kami dan perlawanan atas ancaman regulasi anti-tembakau yang saat ini sedang dalam proses.”

Awalnya, mogok makan di Jakarta hendak dilangsungkan persis di depan Gedung DPR/MPR, Senayan. Tenda dan tikar pun telah disiapkan. Namun represi aparat kemanan yang berlebihan, membuat aksi di depan mata ‘wakil rakyat’ itu urung terjadi. Meskipun begitu, bukan berarti aksi mogok makan dihentikan. Para peserta yang terdiri dari ibu-ibu itu dilanjutkan di Komnas HAM.

Setelah lima hari bergelut dengan rasa lapar, puluhan peserta mogok makan ini kemudian bergabung dengan ribuan sejawatnya di Istana Negara.

Di dalam aksi massa di depan Istana, ada pula kesenian tradisional ‘jathilan’ yang sengaja berpentas di hadapan ribuan pasang mata petani. Puluhan laki-laki dengan berbagai atribut yang semarak menari-nari dengan trengginas. Digambarkan pula sosok ‘raksasa jahat’ yang menjadi obyek perlawanan rakyat.

Di akhir aksi di depan hidung SBY-Boediono itu, peserta aksi menanam sejumlah tanaman tembakau hidup sebagai simbolisasi betapa penting keberadaan tanaman tersebut bagi rakyat Indonesia.

Aksi kemudian dilanjutkan ke Gedung DPR di Senayan. Dan tetap saja, panas menyengat mengiringi aksi petani tembakau ini hingga berakhir 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar