Rabu, 30 Januari 2013

HarLah NU 85; Saya NU , cuma Nunut Udud sama Nunut Urip.


 Sewaktu sowan Abah, ada beberapa tamu yang bermaksud untuk merombak tradisi pesantren NU.
Nah, ada salah satu tamu yang nota bene sudah mendeklarasikan diri sebagai "Santri Modernis". Santri tersebut membicarakan tentang beberapa "Proyek Modernitas" yang belum tuntas. Santri tersebut bersikukuh bahwa dirinya adalah pewaris tunggal dari misi pencerahan. Kemudian, santri tadi mengusulkan pada abah untuk segera me-modern-kan pesantren dengan atribut ke-barat-an yang sudah selama ini dia geluti. Santri ini bermaksud bahwa pesantren harus melewati tahap modernisasi terlebih dahulu, baru kemudian kalau sudah deal dengan proyek-nya. Maka, kemajuan di pesantren pasti tidak dapat terelakkan

Setelah itu, usulan ini disanggah sama salah satu santri yang menamakan dirinya "Santri Tradisionalis" Santri Tradisionalis ini "ngotot" bahwa pesantren sudah biarlah apa adanya, asalkan tradisi tidak digeser dan digantikan dengan misi pencerahan dari Santri Modernis.

Tidak mau kalah, ternyata masih ada tamu santri lagi. Santri yang ketiga ini fasih berbahasa Arab dan hampir cara dia bicara dan berdandan sangat mirip dengan orang Arab. Santri yang ketiga ini mengkritik, bahkan menuding bahwa abah adalah dalang dari segala macam bentuk "Kekafiran" dan pesantren menjadi alat "Propaganda-nya". Santri ke tiga ini, menuntut agar pesantren segera di-Arab-kan seperti zaman Rasulullah SAW. Santri ketiga ini berpendapat bahwa jalan yang dia ikuti adalah jalan para "salafus shalikhin".

Akhirnya, terjadi perdebatan sengit di dalam ''Ndalem Abah". Sementara Abah cuma geleng-geleng sambil membaca istigfar dalam hati. Terjadi adu mulut (maaf jangan diasumsikan sebagai ciuman) diantara ketiga santri tersebut.

Setelah itu, tiba-tiba mereka menujukan mata kearah saya. Iya, saya cuma "tukang buat minum" di "ndalem abah", mereka menanyakan nama saya dan meminta saya berpendapat.

Sementara, saya yang nota bene cuma "santri kluthuk" cuma bisa berkata " Nama saya itu bangkit kang, iya bagi saya NU itu ya terdiri dari dua "isim", yakni Nahdhah dan Ulama. Nahdhah berarti bangkit, atau tepatnya kebangkitan, dan ulama berarti kaum terdidik (baik secara moral maupun intelektual). Saya itu sebagai santri ya NU, Nunut Udud sama Nunut Urip saja. Selebihnya terserah kalian mau bagaimana".  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar