Perkembangan pemikiran dewasa ini
terjadi pergolakan yang menjadikan manusia memikirkan bagaimana asal dari
berbagai pemikiran yang bisa mengubah paradigma seseorang. Dalam dunia ilmu
pengetahuan yang tidak mengalami pergeseran nilai adalah filsafat dari
pemikiran sebelum socrates sampai filsafat dewasa ini muncul berbagai aliran
yang memberikan definisi tentang kehidupan. Diantara aliran besar abad 19
adalah Kantianisme, Pragmatisme, Eksistensialisme dan Posfitivisme. Kiranya
mempelajari aliran tidak hanya bisa dilihat dari satu sudut pandang masih ada
banyak corak-corak yang dikembangkan oleh generasi yang selanjutnya namun
semuanya tidak akan lepas dari dasar filsafatnya itu sendiri. Perkembangan
aliran filsafat memungkinkan orang membuat sebuah sekte yang di dalamnya
mengandung agama ataupun malah meniadakan agama sama sekali disini menarik
untuk diulas lebih dalam.
Sebagai acuan untuk mempelajari
filsafat penulis membuat ringkasan tentang ajaran yang sampai sekarang masih
dipergunakan di beberapa negara sebagai dasar pembentukan idiologi negara sebut
saja pragmatisme yang dikembangkan di Cina, eksistensialisme dipergunakan di
Amerika dan daerah lainnya.
A.
Kantianisme
Pada abad ketujuh belas dan
kedelapan belas perkembangan pemikiran filsafat pengetahuan memperlihatkan
aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan idealisme dengan
mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan filsafat abad
ketujuh belas dan abad kedelapan belas, filsafat abad kesembilan belas dan abad
kedua puluh banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam filsafat tetapi wilayah
pengaruhnya lebih tertentu. Akan tetapi justru menemukan bentuknya (format)
yang lebih bebas dari corak spekulasi filsafati dan otonom. Aliran-aliran
tersebut antara laian: positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme,
kantianisme, neo-tomisme dan fenomenologi.
Kantianisme mengacu luas untuk jenis
kembali dari filsafat
sepanjang garis yang ditetapkan oleh Immanuel Kant
pada abad ke-18. "kembali ke Kant" gerakan dimulai pada 1860-an,
sebagai reaksi terhadap materialis
kontroversi dalam pemikiran Jerman di tahun 1850-an.
Kantianisme adalah paham dimana setiap kita mengambil keputusan,
kita harus membayang kan bagaimana bila kita adalah pihak yang dirugikan. Paha
mini menjelaskan bahwa bila memang harus dilakukan sebuah tindakan, maka
tindakan itu dilakukan tanpa memperhatikan kepentingan orang lain.
B.
Pragmatisme
Istilah pragmatisme berasal
dari kata Yunani "pragma" yang berarti perbuatan atau tindakan.
"Isme" di sini sama artinya dengan isme-isme yang lainnya yaitu
berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian pragmatisme berarti:
ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Kreteria kebenarannya
adalah "faedah" atau "manfaat". Suatu teori atau hipotesis
dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain,
suatu teori adalah benar if it works ( apabila teori dapat diaplikasikan).
Kendati pragmatisme merupakan filsafat Amerika, metodenya bukanlah sesuatu yang
sama sekali baru, Socrates sebenarnya ahli dalam hal ini, dan Aristoteles telah
menggunakannya secara metodis. John Locke (1632 - 1704), George Berkeley (1685
- 1753), dan Dayid Hume (1711 - 1776) mempunyai sumbangan yang sangat berarti
dalam pemikiran pragmatis ini.
Untuk mengetahui lebih jauh ajaran
pragmatisme alangka baiknya kita mempelajari tokoh-tokoh yang menpopulerkan dan
pandangannya :
1.
C.S. Peirce (1839-1914)
secara umum orang memakai istilah
pragmatisme sebagai ajaran yang mengatakan bahwa suatu teori itu benar sejauh
sesuatu mampu dihasilkan oleh teori tersebut. Misalnya sesuatu itu dikatakan
berarti atau benar bila berguna bagi masyarakat. Pragmatisme Peirce yang
kemudian hari ia namakan pragmatisme lebih merupakan suatu teori mengenai arti
(Theory of Meaning) daripada teori tentang kebenaran (Theory of Truth).
Menurut Peirce kebenaran itu ada bermacam-macam. la sendiri
membedakan kemajemukan kebenaran itu sebagai berikut :
Pertama, transcendental truth yang diartikan sebagai letak kebenaran suatu
hal itu bermukim pada kedudukan benda itu sebagai benda itu sendiri. Singkatnya
letak kebenaran suatu hal adalah pada "things as things ".
Kedua, complex truth yang berarti kebenaran dari pernyataan-pernyataan.
Kebenaran kompleks ini dibagi dalam dua hal yaitu kebenaran etis disatu pihak
dan kebenaran logis dilain pihak.
Ketiga, yaitu ide tentang kaitan salah satu bentuk pasti dari obyek yang
diamati oleh penilik. Peirce menamai ide ini ide ketigaan. Secara praktis,
kekhasan pragmatisme Peirce merupakan suatu metode untuk memastikan arti
ide-ide di atas.
2.
William James
James adalah tokoh pragmatisme yang
lebih terkenal daripada Peirce. Dialah yang mempublikasikan ajaran pragmatisme.
Dalam tokoh ini, pragmatisme mencapai keradikalannya.
Dalam kata pengantar buku The Will to Believe (1903), James menulis
sikap filsafatnya sebagai empirisme radikal. Dengan empirisnya James
memaksudkan sebagai pandangan yang "contented to regard its most assured
conclusions concerning matters of future experience ".
Segi radikalnya terletak dalam
perlakuannya terhadap ajaran monisme. Seperti kita ketahui, monisme adalah teori
yang mengatakan bahwa dunia ini merupakan suatu entitas saja yang unik.
Kebanyakan orang terutama kaum filosof abad lalu memperlakukan tidak demikian.
Keradikalannya, justeru karena ajaran monisme sendiri ia perlakukan
sebagai hipotesis. Pahamnya mengenai monisme adalah keanekaragaman hal yang
membentuk suatu kesatuan yang dapat dimengerti.
3. John
Dewey (1859-1952)
Kekhususan filsafatnya terutama
berdasarkan pada prinsip "naturalisme empiris atau empirisme
naturalis". Istilah "naturalisme" ia terangkan sebagai
pertama-tama bagi Dewey akal budi bukanlah satu-satunya pemerosesan istimewa
dari realitas obyektip secara metafisis. Pokoknya Dewey menolak untuk
merumuskan realitas berdasar pada pangkalan perbedaan antara subyek yang
memandang obyek.
Dewey lebih mau memandang proses
intelektual manusia sebagaimana berkembang dari alam. Menurut Dewey, akal budi
adalah perwujudan proses tanggap antara rangsangan dengan tanggapan panca
indera pada tingkat biologis. Rangsangan tersebut aslinya dari alam, manusia
mula-mula bertindak menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Setelah
refleksinya bekerja, ia mulai berhenti dan tidak mau hanya asal beraksi saja
terhadap lingkungan. Mulailah ia mempertanyakan lingkungan alam itu. Selama itu
pulalah proses tanggapan berlangsung terus. Berkat proses ini, terwujud adanya
perubahan dalam lingkungan.
C.
Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat
yg pahamnya berpusat pada manusia
individu
yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara
mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak
mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang
eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya
masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu
aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme
mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat
kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah
melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas
itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme
menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan
itu sendiri.
Dalam studi sekolahan filsafat
eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal
dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia
dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia
bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan
eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas?.
Daftar Pustaka
Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Cet. V; Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2003.
Anees, Bambang Q- dan Radea Juli A. Hambali. Filsafat
Untuk Umum. Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003.
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam perspektif. Cet. XVI;
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Cet. VI; Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1998.
http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/06/05/paul-ricoeur-hermeneutik-simbol-dan-mitos/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar