Senin, 10 Desember 2012

Monolog Kegilaan


Aku bukan padi yang mengenyangkan perut para petani kelaparan, aku adalah ilalang. Aku bukan bulan ataupun bintang yang menngantung di gulita malam, akulah malam itu sendiri. Aku bukan Oase di lautan pasir, akulah padang tandus tersebut. Aku bukan kesturi yang mengharumkan jubah-jubah musafir haji, akulah bangkai dari jiwaku sendiri. Aku bukan pelabuhan yang hendak kau labuhkan bahteramu di bumi pantaiku, akulah bebatuan karang tajam. Aku bukan mimpi yang menjadi bunga tidurmu, akulah gaduh yang membangunkan tidurmu. Aku bukan jenaka yang melipur laramu, akulah lara itu. Aku bukan rindang pohon tempatmu berteduh, akulah kaktus berduri. Aku bukan langit yang selalu kau kagumi birunya, akulah mendung. Aku bukan gerimis yang menari didepan terasmu, akulah guyuran hujan yang mendatangkan air bah. Aku bukan pelangi yang sering kau lukis, akulah petir yang kau takuti. Aku bukan pangeran yang melawan naga-naga api demi menyelamatkanmu, akulah api itu sendiri. Aku bukanlah penunggang kuda yang kau rindukan, akulah pengemis yang kemarin kau ludahi diseberang jalan. Aku bukanlah semilir angin yang membuat rambutmu tergerai indah, akulah taufan yang kau kutuk  bersama penduduk kampungmu. Aku bukan dawai kecapi yang terkadang kau petik disaat kau dibenam duka, akulah duka itu sendiri.

Seperti menelan ludah sendiri, setiap kali kau berlalu dihapanku. Aku hampir menyekutukan Tuhanku dengan pesonamu. Kalau saja, tidak ada seekor merpati yang mengabarkan kecantikanmu padaku, mungkin aku tidak akan segila ini. Aku tidak ingin bernasib seperti kisah Laila Majnun, aku juga tidak ingin seperti kisah Sampek dan Engtay.

Musim ini adalah musim yang tidak dapat aku kenali. Tiba-tiba kau tumbuh subur ditaman hatiku. Entah melati atu mawar, aku belum mencium wangimu. Adakah Tuhan ikut campur dalam ritual penyiksaan ini. Rindu yang tidak pernah aku inginkan, cinta yang tak pernah aku harapkan, secara sengaja Tuhan menghadirkannya pada relung resahku. Ataukah kau sudah bersepaham dengan Tuhanku untuk membunuhku perlahan.

Kau menggenggam jantungku yang sudah berdenyut lemah, ataukah kau ingin mengulitiku. Siapa sebenarnya dirimu?.

Malaikatkah? Ibliskah? Manusiakah? atau kau memang Tuhan?

Kau rajam aku, dengan setiap untaian ucapmu. Kau bekap aku dalam lautan pesonamu. Kau goreskan luka disetiap pandangmu. Inikah siksaan atas dosaku.
Sudah bertahun aku mencari petunjuk siapa dirimu. Tak juga kutemu.
Sujudku pada malam, do’aku pada pepohonan. Tidak ada guna sedikitpun.
Siapa dirimu?

Tuhan, aku bukan Majnun. Salah Kau juga membikin perjumpaan aku dengan dia.
Esok pagi aku akan membakar Surgamu. Kali ini aku bukan memohon, tapi memaksa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar